Jumat, 14 Februari 2014

fenomena AQJ dan keterkaitannya dengan pengasuhan



Menanggapi Secara Bijak
 
Kehidupan zaman modern saat ini telah memberikan kita kemudahan dalam menjalankan aktifitas yang kita lakukan sehari-hari, baik itu dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, merawat anak, dan pekerjaan lain apabila dilakukan dengan sendirinya akan menggunakan waktu yang cukup banyak. Dengan segala kemudahan yang diberikan kecanggihan teknologi dan globalisasi saat ini harus dipilih dengan bijaksana yang yang dengan mudah diakses oleh seluruh anggota keluarga dan mana yang bisa digunakan dengan pengawasan orangtua dengan ketat.
Kemudahan yang dapat diakses oleh semua anggota keluarga tetapi harus dibawah pengawasan orangtua secara ketat misalkan adalah kendaraan roda dua ataupun roda empat. Kendaraan sangat memudahkan kita dalam menuju suatu tempat tanpa harus menggunakan waktu yang banyak. Akan tetapi, ada batasan umur dan peraturan yang mengatur dengan jelas dalam penggunaan kendaraan ini. orangtua tidak dapat memberikan dengan mudah akses dalam penggunaan kendaraan roda dua maupun roda empat kepada anaknya, ditambah lagi usia anaknya masih dibawah umur. Orangtua yang memperbolehkan segala hal kepada anaknya asal anaknya senang dan tidak ada peraturan dan batasan yang orangtua beri kepada anaknya adalah ciri-ciri orangtua yang bersifat permisif. Sebagai bahan tambahan pengetahuan, ada beberapa kelompok gaya pengasuhan yang disoroti dalam segi pelimpahan kekuasaan antara orangtua dan anak oleh Diana Baumrind dalam Puspitawati (2012), yaitu:
1.      Gaya pengasuhan Authoritarian atau gaya pengasuhan otoritatif, dengan ciri orangtua yang meminta dan mengontrol, menolak, terbatas, batasan kontrol yang kaku, dan mengizinkan komunikasi timbal balik yang sedikit. Perilaku anak menjadi penakut, pencemas, menarik diri, krang adaptif, mudah mengalami stres dan kurang mempunyai tujuan.
2.      Gaya pengasuhan Authoritatif atau gaya pengasuhan demokratis, dengan ciri menerima dan responsif, mendorong anak untuk menjadi independen namun masih dibawah kontrol dan batasan oleh orangtua, san diperbolekan adanya komunikasi verbal yang ekstensif. Perilaku anak adalah mandiri, mampu mengatasi stres, dan memiliki kontrol diri dan percaya diri yang kuat.
3.      Gaya pengasuhan permisif, dengan ciri memberikan kehangatan yang lebih tetapi kontrol yang rendah, tidak mengkomunikasikan peraturan dengan jelas, tidak menuntut anak mandiri dan membenarkan tingkah laku yang buruk oleh anak. Tingkah laku anak menjadi impulsif-agresif, kurang berorientasi untuk berprestasi, dan kurang mampu dalam mengontrol diri.
Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Segala perilaku orangtua dan pola asuh yang diterapkan didalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian dan karakter seorang anak (Schikendanz 1995 dalam Megawangi 2004), serta keluarga yang harmonis dimana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih sayang dan selalu ada kebersamaan keluarga , akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter anak (Megawangi 2004).
Puspitawati (2012) menyatakan dalam bukunya bahwa orangtua memiliki peran sebagai pelindung dan penguasa dalam menegakkan peratuan, pemandu dan pembina dalam meningkatkan keterampilan, dan konselor dalam mengarahkan moral. Jika  semua yang dijelaskan sebelumnya dikaitkan dengan kasus AQJ yang menjadi topik terhangat akhir-akhir ini karena telah mengalami kecelakaan beruntun dan mengakibatkan tujuh orang meninggal dalam kejadian tersebut padahal dia masih anak usia dibawah 17 tahun yang tidak diperbolehkan untuk mengendarai kendaraan roda empat.
Dalam hal tersebut jika ditelaah dan membaca dari beberapa berita harian nasional, ada pengasuhan yang tidak maksimal kepada si anak. Orangtua terlalu renggang dalam memberikan peraturan kepada anaknya dan dalam menggunakan akses dalam kehidupannya sehari-hari. Dapat terliat jelas bahwa orangtua AQJ memberikan kebebasan berlebih kepada anaknya dalam mengakses kendaraan roda empat (mobil) dan orangtuanya tidak melarangnya hingga ia menggunakan mobil hingga ke jalan umum (tol) tengah malam untuk mengantarkan teman dekat (pacar) ke rumahnya. Tidak tertanamnya nilai-nilai yang diajarkan orangtua sejak ia masih kecil menjadi pendongkrak terjadinya kejadian seperti ini. Keadaan keluarga yang tidak sempurna lagi dikarenakan sosok seorang ibu yang akan mendidiknya dengan kasih sayang dan membantu dalam menanamkan nilai-nilai karakter dalam hidupnya hilang karena ayah dan ibunya telah bercerai. Kurangnya intensifitas untuk bertatap muka dengan orangtuanya menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pebentukan karakter anak. Lingkungan memiliki peran penting dimana lingkungan dimana setiap hari anak berinteraksi  tidak mendukung anak dalam perkembangan diri yang lebih baik. Hal ini juga mengganggu anak dalam perkembangannya secara psikologis  walau ayahnya mengklaim baik-baik saja, tetapi tidak dapat kita prediksi apa yang terjadi terhadap mental si anak.
Dibutuhkan perhatian dan pengontrolan yang seimbang dari kedua orangtuanya tanggungjawab dan kehangatan bukan hanya sekedar kebebasan yang diberikan untuk menyenangkan hati si anak. Diperlukan peraturan yang mengkondisikan perilaku si anak dan pendidikan tentang nilai-nilai karakter yang berguna bagi kehidupan sosial dan masa depannya. Sesuaikan pengontrolan tersebut dengan perkembangan usia anak, karena setiap jangka usia itu berbeda-beda penerapannya. Perhatikan lingkungan tempat tinggal dan intensitas interaksi anak. Ada istilah yang mengatakan, memilih tempat tinggal berarti juga membeli lingkungan. Memang, orangtua memiliki banyak tugas dalam hal ini. Sebaiknya bangunlah kelekatan antara orangtua terutama ibu kepada anak sejak anak itu lahir. Hal kecil yang sering dilupakan ternyata dapat memeberikan efek kepada anak ketika ia beranjak dewasa. Kepercayaan yang timbul kepada orangtua dalah hasil kelekatan antara orangtua dan anak tersebut. begitulah tidak mudah menjadi orangtua karena ada masa depan seorang manusia yang harus diperhatikan dan dipertanggungjawabkan. J

Daftar Pustaka
Mengawangi R. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: Gapprint.
Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press.

Tidak ada komentar: