Menanggapi Secara Bijak
Kehidupan zaman modern
saat ini telah memberikan kita kemudahan dalam menjalankan aktifitas yang kita
lakukan sehari-hari, baik itu dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, merawat
anak, dan pekerjaan lain apabila dilakukan dengan sendirinya akan menggunakan
waktu yang cukup banyak. Dengan segala kemudahan yang diberikan kecanggihan
teknologi dan globalisasi saat ini harus dipilih dengan bijaksana yang yang
dengan mudah diakses oleh seluruh anggota keluarga dan mana yang bisa digunakan
dengan pengawasan orangtua dengan ketat.
Kemudahan yang dapat
diakses oleh semua anggota keluarga tetapi harus dibawah pengawasan orangtua
secara ketat misalkan adalah kendaraan roda dua ataupun roda empat. Kendaraan
sangat memudahkan kita dalam menuju suatu tempat tanpa harus menggunakan waktu
yang banyak. Akan tetapi, ada batasan umur dan peraturan yang mengatur dengan
jelas dalam penggunaan kendaraan ini. orangtua tidak dapat memberikan dengan
mudah akses dalam penggunaan kendaraan roda dua maupun roda empat kepada
anaknya, ditambah lagi usia anaknya masih dibawah umur. Orangtua yang
memperbolehkan segala hal kepada anaknya asal anaknya senang dan tidak ada
peraturan dan batasan yang orangtua beri kepada anaknya adalah ciri-ciri
orangtua yang bersifat permisif. Sebagai bahan tambahan pengetahuan, ada
beberapa kelompok gaya pengasuhan yang disoroti dalam segi pelimpahan kekuasaan
antara orangtua dan anak oleh Diana Baumrind dalam Puspitawati (2012), yaitu:
1.
Gaya pengasuhan Authoritarian atau gaya pengasuhan otoritatif, dengan ciri orangtua
yang meminta dan mengontrol, menolak, terbatas, batasan kontrol yang kaku, dan
mengizinkan komunikasi timbal balik yang sedikit. Perilaku anak menjadi
penakut, pencemas, menarik diri, krang adaptif, mudah mengalami stres dan
kurang mempunyai tujuan.
2.
Gaya pengasuhan Authoritatif atau gaya pengasuhan demokratis, dengan ciri menerima
dan responsif, mendorong anak untuk menjadi independen namun masih dibawah
kontrol dan batasan oleh orangtua, san diperbolekan adanya komunikasi verbal
yang ekstensif. Perilaku anak adalah mandiri, mampu mengatasi stres, dan
memiliki kontrol diri dan percaya diri yang kuat.
3.
Gaya pengasuhan permisif, dengan ciri
memberikan kehangatan yang lebih tetapi kontrol yang rendah, tidak
mengkomunikasikan peraturan dengan jelas, tidak menuntut anak mandiri dan membenarkan
tingkah laku yang buruk oleh anak. Tingkah laku anak menjadi impulsif-agresif,
kurang berorientasi untuk berprestasi, dan kurang mampu dalam mengontrol diri.
Keluarga adalah tempat
pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Segala perilaku
orangtua dan pola asuh yang diterapkan didalam keluarga pasti berpengaruh dalam
pembentukan kepribadian dan karakter seorang anak (Schikendanz 1995 dalam
Megawangi 2004), serta keluarga yang harmonis dimana ayah dan ibu saling
berinteraksi dengan kasih sayang dan selalu ada kebersamaan keluarga , akan
memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter anak
(Megawangi 2004).
Puspitawati (2012)
menyatakan dalam bukunya bahwa orangtua memiliki peran sebagai pelindung dan
penguasa dalam menegakkan peratuan, pemandu dan pembina dalam meningkatkan
keterampilan, dan konselor dalam mengarahkan moral. Jika semua yang dijelaskan sebelumnya dikaitkan
dengan kasus AQJ yang menjadi topik terhangat akhir-akhir ini karena telah
mengalami kecelakaan beruntun dan mengakibatkan tujuh orang meninggal dalam
kejadian tersebut padahal dia masih anak usia dibawah 17 tahun yang tidak
diperbolehkan untuk mengendarai kendaraan roda empat.
Dalam hal tersebut jika
ditelaah dan membaca dari beberapa berita harian nasional, ada pengasuhan yang
tidak maksimal kepada si anak. Orangtua terlalu renggang dalam memberikan
peraturan kepada anaknya dan dalam menggunakan akses dalam kehidupannya
sehari-hari. Dapat terliat jelas bahwa orangtua AQJ memberikan kebebasan berlebih
kepada anaknya dalam mengakses kendaraan roda empat (mobil) dan orangtuanya
tidak melarangnya hingga ia menggunakan mobil hingga ke jalan umum (tol) tengah
malam untuk mengantarkan teman dekat (pacar) ke rumahnya. Tidak tertanamnya
nilai-nilai yang diajarkan orangtua sejak ia masih kecil menjadi pendongkrak
terjadinya kejadian seperti ini. Keadaan keluarga yang tidak sempurna lagi
dikarenakan sosok seorang ibu yang akan mendidiknya dengan kasih sayang dan membantu
dalam menanamkan nilai-nilai karakter dalam hidupnya hilang karena ayah dan
ibunya telah bercerai. Kurangnya intensifitas untuk bertatap muka dengan
orangtuanya menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pebentukan karakter
anak. Lingkungan memiliki peran penting dimana lingkungan dimana setiap hari
anak berinteraksi tidak mendukung anak
dalam perkembangan diri yang lebih baik. Hal ini juga mengganggu anak dalam
perkembangannya secara psikologis walau
ayahnya mengklaim baik-baik saja, tetapi tidak dapat kita prediksi apa yang
terjadi terhadap mental si anak.
Dibutuhkan perhatian
dan pengontrolan yang seimbang dari kedua orangtuanya tanggungjawab dan
kehangatan bukan hanya sekedar kebebasan yang diberikan untuk menyenangkan hati
si anak. Diperlukan peraturan yang mengkondisikan perilaku si anak dan
pendidikan tentang nilai-nilai karakter yang berguna bagi kehidupan sosial dan
masa depannya. Sesuaikan pengontrolan tersebut dengan perkembangan usia anak,
karena setiap jangka usia itu berbeda-beda penerapannya. Perhatikan lingkungan
tempat tinggal dan intensitas interaksi anak. Ada istilah yang mengatakan,
memilih tempat tinggal berarti juga membeli lingkungan. Memang, orangtua
memiliki banyak tugas dalam hal ini. Sebaiknya bangunlah kelekatan antara
orangtua terutama ibu kepada anak sejak anak itu lahir. Hal kecil yang sering
dilupakan ternyata dapat memeberikan efek kepada anak ketika ia beranjak
dewasa. Kepercayaan yang timbul kepada orangtua dalah hasil kelekatan antara
orangtua dan anak tersebut. begitulah tidak mudah menjadi orangtua karena ada
masa depan seorang manusia yang harus diperhatikan dan dipertanggungjawabkan. J
Daftar
Pustaka
Mengawangi R. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: Gapprint.
Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar