Publikasi: 30/08/2004 09:23 WIB
"Pada
berbagai tahap kehidupan kita, tanda-tanda cinta yang kita temui itu beragam:
ketergantungan, daya tarik, kepuasan, kecemasan, kesetiaan, kesedihan, tetapi
di dalam hati, sumbernya selalu sama. Manusia mempunyai sedikit sekali
kemampuan untuk saling berhubungan dengan sesamanya, mensyukuri apa
adanya.".
eramuslim -
Dia berjalan dengan mata menatap ke bawah, kepala tertunduk. Ketika dia
melihatku, dia bicara, dan aku menangkap pandangannya. Dia lusuh dan kumal, tak
ada cahaya di matanya. Dia berkata, "Assalaamu 'Alaykum." Begitu
sopannya dia.
Dengan
lembut aku menjawab salamnya, "Wa 'Alaykum salaam." Aku terus
berjalan dalam kesunyian, pemuda ini -yang tak kuketahui siapa namanya- telah
membawa hatiku pergi jauh, entah ke mana.
Aku menatap
pada kedua matanya, mengamati sebuah harapan yang pernah sirna, kataku dalam
hati, "Bagaimanakah perasaan ibu yang melahirkannya? Bagaimanakah perasaan
ibu yang telah menyaksikan putranya tumbuh seperti ini?". Beberapa waktu
kemudian kudapati jawaban itu tak akan pernah ada, ibunya telah meninggal
-tidak beberapa lama setelah ia lahir. Rupanya ia seorang piatu!
Kemudian,
aku selalu dikejutkannya pada hari-hari yang lain, dengan salamnya yang tulus
dan dengan ekspresi wajahnya yang malu-malu. Ketika sengaja menatap ke dalam
kedua bola matanya kali ini, aku kembali dikejutkan dengan binar mata yang
sekarang hadir. Aku bersyukur, Semoga saja itu memang karena aku tidak
mengabaikannya meski hanya dengan sebuah senyuman.